Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search
Journal : Humani (Hukum dan Masyarakat Madani)

URGENSI PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DALAM KASUS KEJAHATAN KESUSILAAN: KAJIAN TENTANG SANKSI PIDANA BAGI PELAKU KEJAHATAN KESUSILAAN PADA ANAK Juita, Subaidah Ratna
Hukum dan Masyarakat Madani Vol 6, No 3 (2016): Desember
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v6i3.799

Abstract

Penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan kesusilaan pada anak di Indonesia belum seimbang dengan dampak yang ditimbulkannya. Adapun anak sebagai korban dari kejahatan kesusilaan tentu mengalami trauma yang berkepanjangan hingga dewasa bahkan seumur hidupnya. Salah satu upaya yang dapat ditempuh dalam menghadapi problematika penegakan hukum adalah dengan cara pembenahan sistem hukum. Oleh karna itu perlu adanya pembaharuan sanksi pidana bagi pelaku kejahatan kesusilaan sebagai bagian dari sistem hukum. Pembaharuan ini perlu dilakukan karena sanksi pidana yang ada saat ini tidak memberikan efek jera bagi pelaku. Upaya pembaruan hukum pidana yang berkaitan dengan sanksi pidana dalam kasus kejahatan kesusilaan pada anak dapat ditelusuri berdasarkan perumusan sanksi pidana berdasarkan KUHP, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan pertama atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dengan demikian tulisan ini secara fokus mengkaji urgensi pembaharuan hukum pidana, khususnya hukum pidana materiil tentang sanksi pidana bagi pelaku kejahatan seksual dalam rangka untuk memberikan perlindungan pada anak korban kejahatan seksual.The imposition of criminal sanctions against the perpetrators of morality in children in Indonesia has not been balanced by its impact. As for the child as a victim of crime decency certainly traumatized prolonged until adulthood even a lifetime. One effort that can be taken in dealing with the problem of law enforcement is to reform the legal system. By because it is necessary to reform criminal sanctions for the perpetrators of decency as part of the legal system. These reforms need to be done because there is a criminal sanction which does not currently provide a deterrent effect on perpetrators. Efforts to reform the criminal law relating to criminal sanctions in cases of crimes of morality in children can be traced by the formulation of criminal sanctions under the penal law, Law No. 23 of 2002 on Child Protection, Law No. 35 of 2014 on the First Amendment of Law No. 23 of 2002 on Child Protection, and Government Regulation in Lieu of Law (Perppu) Number 1 Year 2016 Concerning Second Amendment Act No. 23 of 2002 about Child Protection. So this paper examines the urgency updates operating focus criminal law, especially criminal law substantive about criminal sanctions for dader of sexual crimes in order to provide protection for child victims of sexual crimes. 
KAJIAN HUKUM PIDANA TENTANG DELIK PENGHINAAN : STUDI KASUS DI WILAYAH HUKUM POLRESTABES SEMARANG Prestama, Rezky Plantika; Juita, Subaidah Ratna; Triwati, Ani
Hukum dan Masyarakat Madani Vol 7, No 3 (2017): Desember
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v7i3.973

Abstract

Judul dari penulisan ini adalah kajian hukum pidana tentang delik penghinaan di wilayah hukum polrestabes semarang. Berdasarkan kitab undang undang hukum pidana dan berdasarkan Undang-undang No.11Tahun 2008 tentang informasi dan elektronika sebagaimana diubah dengan undang undang no 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang undang informasi dan elektronika. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif. dengan bahan Hukum primer sebagai instrumen dalam menemukan Hukum Delik Penghinaan berdasarkan  KUHP maupun berdasarkan Undang-Undang . Sedangkan bahan Hukum sekunder dan tersier menjadi pendukung dalam menemukan solusi Hukum dari permasalahan yang terjadi. Teknik memperoleh bahan Hukum selanjutnya dilakukan dengan cara penelitian ke Perpustakaan (Library research) dan ke Polrestabes Ssmarang. yakni dengan melakukan penelusuran terhadap peraturan Perundang-Undangan, beberapa buku-buku literatur, jurnal HHHHukum dan tulisan yang berkaitan langsung dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu khasus yang terjadi di Polrestabes Semarang.The tittle of the writing is a criminal law review of defamation offense in jurisdiction of Polrestabes Semarang.based on the criminal law and based of criminal law number 11 of 2008 on information and electronics as amended by law number 19 of 2016 about changes to information and electronics laws. The shortcut method in his study in normative. With primary legal materials as instruments to finding the law of defamatory offense based on KUHP or by law. While secondary and tertiary legal materials become supporters in finding the legal solution of the problem that occure. The technique of obtaining legal material is further done in library research and Polrestabes Semarang. By performing a search on legislation, several literature books, legal and literary journals that deal directly with the issues raised in this case of Polrestabes Semarang.
Perlindungan Hukum Pada Korban Tindak Pidana Lingkungan Hidup Melalui Mediasi Penal Dalam Perspektif Pembaruan Hukum Pidana Juita, Subaidah Ratna; Kridasaksana, Doddy; Triwati, Ani
Hukum dan Masyarakat Madani Vol 7, No 1 (2017): Januari
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v7i1.955

Abstract

Dalam sistem peradilan pidana untuk mengupayakan adanya mediasi penal. dilatar belakangi pemikiran yang dikaitkan dengan ide-ide pembaruan hukum pidana (penal reform). Latar belakang dilakukannya pembaruan hukum pidana itu antara lain didasarkan pada ide perlindungan pada korban tindak pidana. Bagi korban dan calon korban pencemaran dan/atau perusakan lingkungan yang diperlukan adalah adanya perangkat hukum yang memberikan jaminan perlindungan. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan aspek perlindungan hukum pada korban tindak pidana lingkungan hidup melalui alternatif penyelesaian perkara tindak pidana lingkungan hidup di luar pengadilan, yakni melalui mediasi penal dalam perspektif pembaruan hukum pidana. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu dengan mengkaji  atau  menganalisis  data  sekunder  yang  berupa  bahan-bahan  hukum primer, dengan  memahami  hukum  sebagai  perangkat  peraturan  atau  norma- norma positif di dalam sistem perundang-undangan yang mengatur mengenai korban tindak pidana lingkungan hidup. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa perlunya alternatif penyelesaian perkara tindak pidana lingkungan hidup di luar pengadilan, sebagai wujud konkret perlindungan hukum pada korban tindak pidana lingkungan hidup. Hal ini berarti dalam perspektif  pembaruan hukum pidana perlu dilakukan revisi yang berkaitan dengan perumusan Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang seyogyanya juga dapat dijadikan sebagai dasar hukum bagi penyelesaian TPLH di luar pengadilan.In the criminal justice system to seek penal mediation. based on thoughts associated with ideas of reform of penal law (penal reform). The background of the criminal law reform is based on the idea of protection for victims of crime. For the victims and potential victims of pollution and / or environmental damage required is the existence of a legal device that provides protection coverage. The problem in this research is related to the aspect of legal protection to the victim of environmental crime through alternative of environmental crime case settlement outside court, that is through penal mediation in perspective of criminal law renewal. The research method used in this study is normative juridical, that is by reviewing or analyzing secondary data in the form of main legal material, by understanding the law as a set of rules or norms positive in the legislation system that regulates the victims of environmental crime life. The results show that the need for alternative settlement of environmental crime cases outside the court, as a real form of legal protection for victims of environmental crime. This means that in the perspective of reform of the criminal law, it is necessary to revise the formulation of Article 85 paragraph (2) of Law no. 32 of 2009 on Environmental Protection and Management, which should also be the legal basis for the settlement of TPLH out of court.
KAJIAN HUKUM PIDANA TENTANG DELIK PENGHINAAN : STUDI KASUS DI WILAYAH HUKUM POLRESTABES SEMARANG Prestama, Rezky Plantika; Juita, Subaidah Ratna; Triwati, Ani
Hukum dan Masyarakat Madani Vol 7, No 3 (2017): Desember
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v7i3.1032

Abstract

Judul dari penulisan ini adalah kajian hukum pidana tentang delik penghinaan di wilayah hukum polrestabes semarang. Berdasarkan kitab undang undang hukum pidana dan berdasarkan Undang-undang No.11Tahun 2008 tentang informasi dan elektronika sebagaimana diubah dengan undang undang no 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang undang informasi dan elektronika. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif. dengan bahan Hukum primer sebagai instrumen dalam menemukan Hukum Delik Penghinaan berdasarkan  KUHP maupun berdasarkan Undang-Undang . Sedangkan bahan Hukum sekunder dan tersier menjadi pendukung dalam menemukan solusi Hukum dari permasalahan yang terjadi. Teknik memperoleh bahan Hukum selanjutnya dilakukan dengan cara penelitian ke Perpustakaan (Library research) dan ke Polrestabes Ssmarang. yakni dengan melakukan penelusuran terhadap peraturan Perundang-Undangan, beberapa buku-buku literatur, jurnal HHHHukum dan tulisan yang berkaitan langsung dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu khasus yang terjadi di Polrestabes Semarang.The tittle of the writing is a criminal law review of defamation offense in jurisdiction of Polrestabes Semarang.based on the criminal law and based of criminal law number 11 of 2008 on information and electronics as amended by law number 19 of 2016 about changes to information and electronics laws. The shortcut method in his study in normative. With primary legal materials as instruments to finding the law of defamatory offense based on KUHP or by law. While secondary and tertiary legal materials become supporters in finding the legal solution of the problem that occure. The technique of obtaining legal material is further done in library research and Polrestabes Semarang. By performing a search on legislation, several literature books, legal and literary journals that deal directly with the issues raised in this case of Polrestabes Semarang.
CYBER BULLYING PADA ANAK DALAM PERSPEKTIF POLITIK HUKUM PIDANA : KAJIAN TEORETIS TENTANG UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK SEBAGAIMANA DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 19 TAHUN 2016 Juita, Subaidah Ratna; Sihotang, Amri Panahatan; -, Ariyono
Hukum dan Masyarakat Madani Vol 8, No 2 (2018): November
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v8i2.1034

Abstract

Penelitian ini adalah merupakan pembahasan dan pengkajian secara teoretis normatif  mengenai politik hukum pidana dalam penanggulangan tindak pidana pada anak berkaitan dengan pembaruan dalam subsistem substansi dari hukum pidana anak, serta merupakan pembangunan dalam sistem hukum Indonesia yang berorientasi pada perlindungan terhadap anak korban cyber bullying. Permasalahan dalam penelitian ini berkaitan dengan politik hukum pidana dalam terhadap cyber bullying pada Anak. Adapun metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yang dilakukan terhadap data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan jurnal ilmiah. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui studi pustaka. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif yang dikaji berdasarkan obyek kajian hukum pidana pada cyber bullying, kemudian dari obyek penelitian tersebut peneliti menganalisis dengan menggunakan teori politik hukum pidana. Dengan demikian, pendekatan yuridis-normatif dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan perilaku cyber bullying pada Anak dalam perspektif politik hukum pidana. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa politik hukum pidana dalam terhadap cyber bullying pada anak dapat ditelusuri berdasarkan Pasal 76 C jo. Pasal 80 (1) UU Perlindungan Anak, yaitu dalam hal tindakan cyber bullying yang dilakukan pada anak, maka terhadap pelaku dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).This research is a form of action taken in the efforts of legal countermeasures carried out in various processes, and also in the Indonesian legal system that focuses on violence against cyber bullying. Problems in this study relate to legal policies in combating cyber bullying in children. While the method used in this study is a normative juridical approach to secondary data. Secondary data in the form of making regulations, books, and scientific journals. Data collection methods that use literature study. Data analysis method uses descriptive analysis that explores the object of cyber bullying, then from the object of the research the researcher uses political theory of criminal law. Thus, the juridical-normative approach in this study is to analyze the behavior that is happening in children in the perspective of criminal law politics. Based on the results of the study, it can be concluded that legal policy in the context of cyber bullying in children can be traced based on Article 76 C jo. Article 80 (1) of the Child Protection Act, namely in the case of cyber bullying actions carried out on children, it can be subject to a prison sentence of a maximum of 3 (three) years 6 (six) months and / or a maximum fine of Rp. 72,000,000.00 (seventy two million rupiah).
Cyber Bullying Pada Anak Dalam Perspektif Politik Hukum Pidana : Kajian Teoretis Tentang Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Diubah Dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Subaidah Ratna Juita; Amri Panahatan Sihotang; Ariyono Ariyono
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 8, No 2 (2018): November
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (401.508 KB) | DOI: 10.26623/humani.v8i2.1380

Abstract

Penelitian ini adalah merupakan pembahasan dan pengkajian secara teoretis normatif  mengenai politik hukum pidana dalam penanggulangan tindak pidana pada anak berkaitan dengan pembaruan dalam subsistem substansi dari hukum pidana anak, serta merupakan pembangunan dalam sistem hukum Indonesia yang berorientasi pada perlindungan terhadap anak korban cyber bullying. Permasalahan dalam penelitian ini berkaitan dengan politik hukum pidana dalam terhadap cyber bullying pada Anak. Adapun metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yang dilakukan terhadap data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan jurnal ilmiah. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui studi pustaka. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif yang dikaji berdasarkan obyek kajian hukum pidana pada cyber bullying, kemudian dari obyek penelitian tersebut peneliti menganalisis dengan menggunakan teori politik hukum pidana. Dengan demikian, pendekatan yuridis-normatif dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan perilaku cyber bullying pada Anak dalam perspektif politik hukum pidana. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa politik hukum pidana dalam terhadap cyber bullying pada anak dapat ditelusuri berdasarkan Pasal 76 C jo. Pasal 80 (1) UU Perlindungan Anak, yaitu dalam hal tindakan cyber bullying yang dilakukan pada anak, maka terhadap pelaku dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). This research is a form of action taken in the efforts of legal countermeasures carried out in various processes, and also in the Indonesian legal system that focuses on violence against cyber bullying. Problems in this study relate to legal policies in combating cyber bullying in children. While the method used in this study is a normative juridical approach to secondary data. Secondary data in the form of making regulations, books, and scientific journals. Data collection methods that use literature study. Data analysis method uses descriptive analysis that explores the object of cyber bullying, then from the object of the research the researcher uses political theory of criminal law. Thus, the juridical-normative approach in this study is to analyze the behavior that is happening in children in the perspective of criminal law politics. Based on the results of the study, it can be concluded that legal policy in the context of cyber bullying in children can be traced based on Article 76 C jo. Article 80 (1) of the Child Protection Act, namely in the case of cyber bullying actions carried out on children, it can be subject to a prison sentence of a maximum of 3 (three) years 6 (six) months and / or a maximum fine of Rp. 72,000,000.00 (seventy two million rupiah).
PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH Dhian Indah Astanti; B. Rini Heryanti; Subaidah Ratna Juita
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 9, No 2 (2019): November
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (393.477 KB) | DOI: 10.26623/humani.v9i2.1719

Abstract

Prinsip perbankan syariah merupakan bagian dari ajaran islam yang berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsip dalam ekonomi islam adalah larangan riba dalam berbagai bentuknya, dan menggunakan sistem antara lain berupa prinsip bagi hasil. Dengan prinsip bagi hasil, bank syariah dapat menciptakan iklim investasi yang  sehat dan adil karena semua pihak dapat saling berbagi baik keuntungan maupun potensi risiko yang timbul sehingga akan menciptakan posisi yang berimbang antara bank dan nasabahnya.  Melihat perkembangan bank syariah selama ini, prinsip syariah yang menjadi landasan utama bank syariah dalam menjalankan tugasnya belum dapat diterapkan dan ditegakkan secara optimal terutama dalam  hal apabila terjadi sengketa antara para pihak , bank syariah dan nasabahnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penegakan hukum penyelesaian sengketa perbankan di lingkungan peradilan agama. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis Sosiologis. Pendekatan  ini dipilih mengingat dalam  rangka mencapai tujuan penelitian tidak hanya berpijak pada ketentuan hukum saja. Namun  terdapat faktor-faktor sosiologis .yang perlu juga mendapat perhatian seperti fenomena sosial yang terkait dengan penyelesaian sengketa perbankan syariah. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, kuesionair, dan studi literatur. Data yang dikumpulkan meliputi data primer maupun data sekunder kemudian akan dianalisis secara kualitatif dan diidentifikasi serta dilakukan kategorisasi. Dari hasil analisis tersebut kemudian akan ditarik kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang ada. Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sejak tanggal 30 Maret 2006 telah memberikan payung hukum bagi penerapan Ekonomi Syariah di Indonesia dan sengketa bidang perbankan syariah menjadi kewenangan lingkungan peradilan agama, penyelesaian sengketa terkait kegiatan ekonomi perbankan syariah diselesaikan dengan dua cara yaitu litigasi dan non litigasi disamping itu lahirnya UU Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah lebih mempertegas mekanisme penyelesaian sengketa antara pihak bank dengan nasabah sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1), (2) dan (3) bahwa penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad.    
URGENSI PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DALAM KASUS KEJAHATAN KESUSILAAN: KAJIAN TENTANG SANKSI PIDANA BAGI PELAKU KEJAHATAN KESUSILAAN PADA ANAK Subaidah Ratna Juita
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 6, No 3 (2016): November
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (313.437 KB) | DOI: 10.26623/humani.v6i3.1433

Abstract

Penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan kesusilaan pada anak di Indonesia belum seimbang dengan dampak yang ditimbulkannya. Adapun anak sebagai korban dari kejahatan kesusilaan tentu mengalami trauma yang berkepanjangan hingga dewasa bahkan seumur hidupnya. Salah satu upaya yang dapat ditempuh dalam menghadapi problematika penegakan hukum adalah dengan cara pembenahan sistem hukum. Oleh karna itu perlu adanya pembaharuan sanksi pidana bagi pelaku kejahatan kesusilaan sebagai bagian dari sistem hukum. Pembaharuan ini perlu dilakukan karena sanksi pidana yang ada saat ini tidak memberikan efek jera bagi pelaku. Upaya pembaruan hukum pidana yang berkaitan dengan sanksi pidana dalam kasus kejahatan kesusilaan pada anak dapat ditelusuri berdasarkan perumusan sanksi pidana berdasarkan KUHP, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan pertama atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dengan demikian tulisan ini secara fokus mengkaji urgensi pembaharuan hukum pidana, khususnya hukum pidana materiil tentang sanksi pidana bagi pelaku kejahatan seksual dalam rangka untuk memberikan perlindungan pada anak korban kejahatan seksual.The imposition of criminal sanctions against the perpetrators of morality in children in Indonesia has not been balanced by its impact. As for the child as a victim of crime decency certainly traumatized prolonged until adulthood even a lifetime. One effort that can be taken in dealing with the problem of law enforcement is to reform the legal system. By because it is necessary to reform criminal sanctions for the perpetrators of decency as part of the legal system. These reforms need to be done because there is a criminal sanction which does not currently provide a deterrent effect on perpetrators. Efforts to reform the criminal law relating to criminal sanctions in cases of crimes of morality in children can be traced by the formulation of criminal sanctions under the penal law, Law No. 23 of 2002 on Child Protection, Law No. 35 of 2014 on the First Amendment of Law No. 23 of 2002 on Child Protection, and Government Regulation in Lieu of Law (Perppu) Number 1 Year 2016 Concerning Second Amendment Act No. 23 of 2002 about Child Protection. So this paper examines the urgency updates operating focus criminal law, especially criminal law substantive about criminal sanctions for dader of sexual crimes in order to provide protection for child victims of sexual crimes.
Perlindungan Hukum Pada Korban Tindak Pidana Lingkungan Hidup Melalui Mediasi Penal Dalam Perspektif Pembaruan Hukum Pidana Subaidah Ratna Juita; Doddy Kridasaksana; Ani Triwati
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 7, No 1 (2017): Januari
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (361.825 KB) | DOI: 10.26623/humani.v7i1.1022

Abstract

Dalam sistem peradilan pidana untuk mengupayakan adanya mediasi penal. dilatar belakangi pemikiran yang dikaitkan dengan ide-ide pembaruan hukum pidana (penal reform). Latar belakang dilakukannya pembaruan hukum pidana itu antara lain didasarkan pada ide perlindungan pada korban tindak pidana. Bagi korban dan calon korban pencemaran dan/atau perusakan lingkungan yang diperlukan adalah adanya perangkat hukum yang memberikan jaminan perlindungan. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan aspek perlindungan hukum pada korban tindak pidana lingkungan hidup melalui alternatif penyelesaian perkara tindak pidana lingkungan hidup di luar pengadilan, yakni melalui mediasi penal dalam perspektif pembaruan hukum pidana. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu dengan mengkaji  atau  menganalisis  data  sekunder  yang  berupa  bahan-bahan  hukum primer, dengan  memahami  hukum  sebagai  perangkat  peraturan  atau  norma- norma positif di dalam sistem perundang-undangan yang mengatur mengenai korban tindak pidana lingkungan hidup. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa perlunya alternatif penyelesaian perkara tindak pidana lingkungan hidup di luar pengadilan, sebagai wujud konkret perlindungan hukum pada korban tindak pidana lingkungan hidup. Hal ini berarti dalam perspektif  pembaruan hukum pidana perlu dilakukan revisi yang berkaitan dengan perumusan Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang seyogyanya juga dapat dijadikan sebagai dasar hukum bagi penyelesaian TPLH di luar pengadilan.In the criminal justice system to seek penal mediation. based on thoughts associated with ideas of reform of penal law (penal reform). The background of the criminal law reform is based on the idea of protection for victims of crime. For the victims and potential victims of pollution and / or environmental damage required is the existence of a legal device that provides protection coverage. The problem in this research is related to the aspect of legal protection to the victim of environmental crime through alternative of environmental crime case settlement outside court, that is through penal mediation in perspective of criminal law renewal. The research method used in this study is normative juridical, that is by reviewing or analyzing secondary data in the form of main legal material, by understanding the law as a set of rules or norms positive in the legislation system that regulates the victims of environmental crime life. The results show that the need for alternative settlement of environmental crime cases outside the court, as a real form of legal protection for victims of environmental crime. This means that in the perspective of reform of the criminal law, it is necessary to revise the formulation of Article 85 paragraph (2) of Law no. 32 of 2009 on Environmental Protection and Management, which should also be the legal basis for the settlement of TPLH out of court.
Aktualisasi Perlindungan Hukum atas Jaminan Kehilangan Pekerjaan Perskeptif Hukum Positif di Indonesia Tumanda Tamba; Wafda Vivid Izziyana; Subaidah Ratna Juita
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 13, No 1 (2023): Mei
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The purpose of implementing job loss insurance is to provide legal protection while maintaining a decent standard of living when workers lose their jobs/are laid off so that it will motivate workers to want to work again or try to be independent. This study uses a normative legal research type with research results explaining that legal protection for job loss insurance can be actualized if the entrepreneur has made contributions to the job loss insurance program for at least 12 months in 24 months and has paid contributions for a minimum of 6 consecutive months at BPJS Ketenagakerjaan prior to layoffs or termination of employment. The benefits of legal protection for job loss guarantees are regulated in Article 46D of Law Number 40 of 2004 in the form of cash, access to job market information, and job training. The right to job loss security benefits cannot be transferred, mortgaged, or confiscated as an implementation of a court decision. If a dispute occurs, the dispute resolution procedure is listed in Article 45 of Government Regulation Number 37 of 2021 through deliberation, mediation and state courts